Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bengkayang, Fajar Prasetyo Abadi/ ANT.SUARASANGGAU/SK
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bengkayang, Fajar Prasetyo Abadi, pada Jumat, menegaskan bahwa upaya penegakan hukum tidak berhenti pada terdakwa tunggal. Proses hukum akan terus berjalan hingga ketiga DPO berhasil diamankan.
“Penanganan perkara ini tidak berhenti pada terdakwa. Masih ada tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai DPO oleh Bea Cukai, termasuk diduga pemilik rokok. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban pidana setelah berhasil diamankan,” ujarnya.
Dalam persidangan terungkap, rokok Kalbaco tersebut seharusnya diekspor ke luar negeri. Namun, barang itu justru dipasok kembali ke Indonesia tanpa dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan tanpa pita cukai resmi.
Terdakwa Hendri Siregar pun dijerat Pasal 54 Undang-Undang Cukai juncto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga sepuluh kali nilai cukai.
Di sisi lain, AG alias SRG yang disebut sebagai salah satu distributor rokok Kalbaco menyatakan keberatan atas penetapan dirinya sebagai DPO. Ia menilai penindakan harus dilakukan secara profesional dan tidak boleh sepihak.
“Kalau ada pelanggaran, penegakan hukum harus menyeluruh dan sesuai prosedur. Jangan hanya pada penyalur,” ujarnya.
Persidangan perkara ini akan kembali dilanjutkan pekan depan, sementara Bea Cukai Kalimantan Barat masih melakukan pencarian intensif terhadap ketiga orang yang telah masuk daftar DPO untuk diproses hukum lebih lanjut.
Kasus ini bermula pada 12 Agustus 2025 ketika tim penindakan Bea Cukai mengamankan 50 karton atau 800.000 batang rokok Kalbaco yang disembunyikan di balik 475 karton sosis dalam truk Mitsubishi Thermo King bernomor polisi B 9923 FXX, yang dikemudikan oleh terdakwa Hendri Siregar. Pengungkapan itu dilakukan di depan Lanud Harry Hadisoemantri, Sanggau Ledo, Bengkayang.
Dalam persidangan, terdakwa mengaku bahwa ia hanya menjalankan instruksi dari tiga orang yang kini telah ditetapkan sebagai DPO.
Saksi ahli Bea Cukai, Zacky Taufik, menerangkan bahwa rokok Kalbaco yang merupakan hasil tembakau jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) tersebut tidak memiliki pita cukai dan tidak disertai dokumen kepabeanan lengkap.
“Akibat pengiriman tersebut, potensi kerugian negara dihitung mencapai Rp774.092.000, terdiri dari cukai, pajak rokok, dan PPN hasil tembakau,” jelasnya.
Kasus ini kini terus berlanjut, dan perhatian publik tertuju pada upaya Bea Cukai dan aparat penegak hukum dalam memburu para DPO serta menuntaskan jaringan distribusi rokok illegal di Kalimantan Barat.[SK]