LPSK dan Komisi XIII DPR RI Dorong Sinergi Perlindungan Saksi dan Korban di Kalbar: Perlindungan Adalah Kerja Kemanusiaan

Editor: Admin

Sosialisasi bertajuk Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana yang dilaksanakan oleh LPSK dan DPR RI/ANT.SUARASANGGAU/SK
Pontianak (Suara Sanggau) – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Komisi XIII DPR RI mendorong peningkatan sinergi antarinstansi dalam memperkuat sistem perlindungan saksi dan korban tindak pidana, khususnya di wilayah Kalimantan Barat.

Langkah ini diwujudkan melalui kegiatan sosialisasi bertajuk “Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana” yang digelar di Pontianak, Sabtu (11/10/2025).

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Wakil Ketua LPSK Mahyudin, Anggota Komisi XIII DPR RI Franciscus Maria Agustinus Sibarani, Sekretaris Jenderal LPSK Sriyana, serta perwakilan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, akademisi, lembaga bantuan hukum, media, dan masyarakat sipil.


Tantangan Perlindungan di Daerah

Mahyudin mengungkapkan bahwa meskipun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan hukum terus meningkat, akses terhadap layanan LPSK di Kalimantan Barat masih terbatas.

“Sepanjang 2024, kami menerima 108 permohonan perlindungan dari wilayah Kalbar, dengan sebaran terbanyak dari Kota Pontianak sebanyak 58 permohonan dan Kabupaten Kubu Raya 16 permohonan,” ujarnya.

Dari jumlah tersebut, lanjut Mahyudin, 67 kasus merupakan kekerasan seksual terhadap anak, yang menjadi perhatian serius LPSK. “Setiap permohonan adalah bukti keberanian seseorang untuk melapor dan mencari keadilan. Itu langkah awal menuju pemulihan dan perlindungan hak mereka,” tambahnya.

Namun, di balik angka itu, masih banyak korban yang belum berani melapor akibat rasa takut, stigma sosial, serta minimnya pemahaman mengenai hak-hak perlindungan hukum yang sebenarnya dijamin oleh undang-undang.


Perlindungan Harus Melibatkan Semua Pihak

LPSK, kata Mahyudin, tidak hanya berfokus pada perlindungan hukum semata, tetapi juga mengedepankan pendekatan preventif melalui edukasi dan pelibatan masyarakat. Salah satunya lewat program Sahabat Saksi dan Korban (SSK) yang kini telah tersebar di 14 provinsi, termasuk 58 relawan aktif di Kalimantan Barat.

“Perlindungan saksi dan korban tidak bisa dilakukan LPSK sendiri. Ini adalah kerja kemanusiaan yang hanya bisa berjalan bila semua pihak terlibat — dari aparat hukum, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, hingga komunitas lokal,” tegasnya.


Dukungan Legislator: Penguatan UU Perlindungan

Anggota Komisi XIII DPR RI Franciscus Maria Agustinus Sibarani menilai bahwa sistem perlindungan saksi dan korban di daerah masih menghadapi tantangan dari sisi regulasi, sumber daya manusia, dan koordinasi lintas lembaga.

“Komisi XIII DPR RI berkomitmen memperkuat sistem ini melalui pembahasan RUU Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang telah masuk dalam Prolegnas 2025,” jelasnya.

Menurutnya, pembaruan undang-undang diperlukan agar perlindungan tidak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga kelembagaan, anggaran, dan kolaborasi antarinstansi.


Data Nasional dan Arah Kebijakan LPSK

Secara nasional, LPSK mencatat 10.217 permohonan perlindungan sepanjang 2024 — meningkat 34 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun, angka itu masih jauh dari total 584.991 kasus kejahatan yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023.

Kasus terbanyak berasal dari tindak pidana pencucian uang (2.017 kasus), diikuti pelanggaran HAM berat (1.620), perdagangan orang (981), dan kekerasan seksual (581 kasus).

Mahyudin menegaskan, peningkatan jumlah permohonan bukan semata indikasi naiknya kasus, melainkan tumbuhnya kepercayaan publik terhadap LPSK.

“Perlindungan bukan hanya tentang keamanan fisik, tapi juga hak prosedural, bantuan hukum, medis, psikologis, hingga rehabilitasi sosial. Tujuan kami memastikan saksi dan korban pulih serta berani bersuara. Itulah makna sejati dari keadilan,” tutup Mahyudin.


Fondasi Keadilan yang Manusiawi

Melalui kegiatan ini, LPSK bersama Komisi XIII DPR RI berharap masyarakat semakin memahami bahwa perlindungan saksi dan korban bukan sekadar fasilitas hukum, melainkan hak konstitusional.

Upaya ini menjadi langkah nyata dalam mewujudkan sistem peradilan yang adil, manusiawi, dan berpihak pada korban, sekaligus memperkuat komitmen negara dalam memastikan tidak ada warga yang kehilangan keberanian untuk menuntut keadilan.[SK]

Share:
Komentar

Berita Terkini