Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kalimantan Barat menyatakan dukungan penuh terhadap langkah nasional Kemenkumham RI melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) yang meluncurkan sistem verifikasi pemilik manfaat atau beneficial ownership (BO).
“Inisiatif ini menjadi tonggak penting dalam transformasi tata kelola korporasi dan pemberantasan kejahatan keuangan di Indonesia,” ujar Kepala Kanwil Kemenkumham Kalbar, Jonny Pesta Simamora, di Pontianak, Senin (6/10/2025).
Jonny menyambut baik peluncuran sistem baru tersebut dan menilai langkah ini sangat relevan bagi daerah perbatasan seperti Kalimantan Barat, yang memiliki potensi besar dalam aktivitas ekonomi lintas negara.
“Kalimantan Barat adalah pintu gerbang ekonomi yang harus dijaga dari praktik kejahatan keuangan lintas batas. Inisiatif Kemenkum untuk beralih dari pelaporan mandiri ke verifikasi kolaboratif adalah langkah maju yang revolusioner,” tuturnya.
Ia menjelaskan, penerapan sistem verifikasi BO ini memberikan dampak ganda terhadap penguatan transparansi dan efektivitas penegakan hukum di daerah.
“Sistem verifikasi BO yang terintegrasi bukan hanya soal transparansi, tetapi juga memberikan ‘amunisi presisi’ bagi aparat di daerah untuk melacak dan memblokir dana hasil korupsi maupun pencucian uang dengan lebih efektif,” jelasnya.
Jonny menegaskan, Kanwil Kemenkumham Kalbar siap menyesuaikan diri dengan implementasi Permenkumham Nomor 2 Tahun 2025 serta memfasilitasi penerapan BO Gateway di tingkat regional.
“Kami siap mendukung penuh upaya Kemenkum dalam membangun sistem transparansi korporasi yang berkeadilan, berintegritas, dan berpihak pada kepentingan nasional,” tegasnya.
Peluncuran sistem verifikasi BO tersebut dilakukan secara resmi oleh Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, dalam Forum Nasional Transparansi Korporasi di Jakarta. Dalam arahannya, Supratman menegaskan bahwa keterbukaan informasi menjadi kunci utama dalam membangun iklim investasi yang sehat dan berintegritas.
Menurut Supratman, sistem pelaporan BO sebelumnya yang masih bersifat self-declaration berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 memiliki celah yang kerap dimanfaatkan untuk menyembunyikan hasil kejahatan keuangan di balik struktur korporasi yang kompleks.
“Upaya transparansi ini kerap menghadapi tantangan berupa informasi asimetris, di mana identitas pemilik manfaat korporasi yang sesungguhnya disamarkan di balik struktur legal yang berlapis,” ungkapnya.
Sebagai langkah korektif, Permenkumham Nomor 2 Tahun 2025 memperkenalkan paradigma baru melalui pelaporan berbasis verifikasi kolaboratif dan integratif, dengan dukungan Aplikasi Verifikasi BO serta BO Gateway Prototipe — sistem terintegrasi yang menghubungkan data lintas kementerian/lembaga seperti DJP, PPATK, dan ATR/BPN.
Selain peluncuran sistem, kegiatan tersebut juga ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Ditjen AHU dan sejumlah kementerian/lembaga strategis, serta Kick Off Meeting BO Gateway, yang menjadi tonggak dimulainya era baru keterbukaan data korporasi di Indonesia.
Menkum menegaskan, sistem ini tidak hanya memperkuat penegakan hukum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap Indonesia.
“Ketersediaan data BO yang akurat akan membekali aparat penegak hukum dengan instrumen presisi untuk melakukan follow the money hingga ke akar-akarnya, sekaligus mendukung program B-Ready,” pungkas Supratman.[SK]