Pontianak (Suara Sanggau) – Di tengah hiruk-pikuk Pasar Dahlia, Sungai Jawi, Pontianak, aroma segar dan manis menggoda dari sebuah gerobak sederhana menarik perhatian banyak pengunjung. Gerobak itu bukan sembarang penjual es—ia adalah saksi perjalanan waktu sejak tahun 1970, milik pasangan suami istri Mamang Sunari dan Ibu Asma, yang telah setia melayani pelanggan lintas generasi.Reporter Suarakalbar.co.id, Meriyanti mengunjungi serta mencicipi Es Mamang Legend Pasar Dahlia Pontianak sudah ada sejak 1970-han.SUARASANGGAU/SK
Pagi itu, Minggu (12/10/2025), suasana pasar tampak ramai. Di sela suara tawar-menawar pedagang, langkah kaki berhenti di depan gerobak bertuliskan “Es Mamang Legend”. Dengan senyum ramah, Asma sibuk melayani pelanggan yang datang silih berganti, sementara suaminya meracik es dengan gerakan yang sudah begitu terampil.
“Iya, kita sudah buka itu dari 1970-an. Dulu harganya masih Rp500 perak, sekarang sudah Rp10.000,” ujar Asma sambil tertawa kecil saat diwawancarai Suarakalbar.co.id.
Asma bercerita, sebelum memiliki gerobak, suaminya berjualan dengan cara memikul ember berisi es keliling kampung. Seiring waktu dan rezeki yang mengalir, mereka menetap di depan Pasar Dahlia hingga kini menjadi ikon kuliner legendaris Pontianak.
Bagi sebagian pelanggan, Es Mamang Legend bukan sekadar minuman pelepas dahaga, melainkan kenangan masa kecil yang tak terlupakan.
“Kita udah lama jualan di sini, dari mamanya sampai anaknya. Dulu waktu mamanya belanja ke pasar, anaknya saya titipin sambil minum es. Sekarang mereka datang lagi, tapi udah bawa anak-anaknya sendiri,” kenang Asma dengan senyum haru.
Rahasia kelezatan Es Mamang Legend terletak pada kesederhanaannya: campuran tapai ubi, cendol, dan kacang merah yang berpadu dengan es serut segar serta sirup merah klasik.
“Isinya itu tapai ubi, kacang merah, sama cendol. Setelah itu dikasih es dan sirup, sederhana tapi banyak yang suka,” jelas Asma.
Harga es yang dijual berkisar Rp6.000 hingga Rp10.000 per gelas. Setiap harinya, pasangan ini bisa menjual ratusan gelas dengan omzet mencapai jutaan rupiah. Mereka biasanya mulai berjualan pukul 08.30 dan tutup sekitar pukul 14.00, tergantung persediaan.
“Hari Minggu kayak gini biasanya lebih ramai. Kadang jam 12 siang aja udah habis,” ujar Asma.
Salah satu pelanggan setia, Hajarkiah, warga Parit Haji Husein 2, mengaku sudah menjadi pelanggan sejak lama.
“Saya udah langganan dari dulu, dari harganya masih Rp2.000 sampai sekarang Rp10.000. Rasanya nggak pernah berubah, tetap enak dan pas manisnya,” katanya.
Kini, di tengah maraknya tren kuliner modern, Es Mamang Legend tetap berdiri tegak mempertahankan cita rasa orisinalnya. Bukan sekadar minuman, tapi warisan rasa dan kenangan yang melekat di hati masyarakat Pontianak.
Lebih dari setengah abad berlalu, Es Mamang Legend menjadi simbol ketulusan dan kerja keras, membuktikan bahwa kelezatan sejati tidak selalu lahir dari kemewahan, melainkan dari kesetiaan menjaga rasa dan kehangatan dalam melayani.[SK]