Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti sejumlah titik rawan korupsi yang masih marak dalam pengelolaan anggaran pemerintah daerah, mulai dari penyaluran dana hibah, pengadaan barang dan jasa, pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), hingga penggelembungan harga proyek.
"Pengaturan proyek, pemberian jatah kepada legislatif, mark up harga, hingga suap dalam pengadaan menjadi pola yang terus berulang dan sangat merugikan daerah," kata Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti dalam Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi Wilayah Kalimantan Barat, Jumat.
Melansir ANTARA.News,Ely Kusumastuti, menyampaikan bahwa modus-modus penyimpangan masih terus terjadi secara sistematis sehingga KPK mendorong langkah konkret dalam perbaikan tata kelola keuangan agar praktik-praktik manipulatif tidak lagi terjadi.
KPK juga menyoroti pentingnya integritas dalam proses perencanaan dan penganggaran, sebagai bagian dari upaya preventif mencegah korupsi sejak dini. Salah satu alat bantu yang disarankan adalah penggunaan sistem monitoring controlling surveillance for prevention (MCSP).
Di tempat ang sama, Sekretaris Daerah Provinsi Kalbar, Harisson, mengatakan bahwa MCSP menjadi instrumen penting dalam menilai transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
"Penerapan MCSP secara konsisten akan mempersempit ruang penyimpangan. Pemprov Kalbar berkomitmen mendorong pemerintahan yang bersih," tuturnya.
Berdasarkan data MCSP tahun 2024, Kabupaten Sambas mencatat skor tertinggi di Kalbar dengan nilai 93,34. Sementara skor terendah berada di Kabupaten Sintang dengan nilai 78,45.
Adapun dalam Indeks Integritas Nasional, beberapa daerah di Kalbar masih tergolong rentan terhadap praktik korupsi. Kubu Raya, Sambas, dan Melawi menjadi tiga daerah dengan skor di bawah rata-rata nasional.
Kepala Perwakilan BPKP Kalbar, Rudy M. Harahap, menambahkan bahwa reformasi anggaran harus dimulai dari perencanaan yang selaras dengan sasaran strategis daerah, pendekatan cascading program, dan prioritas kegiatan yang sesuai arah pembangunan.
KPK menutup rapat dengan menegaskan bahwa tata kelola yang bersih hanya dapat diwujudkan lewat sinergi dan tindakan nyata di lapangan.
"Selama masih ada ruang untuk suap, mark up, dan pengaturan proyek, pembangunan kita tidak akan pernah optimal," kata Ely.