Pontianak (Suara Sanggau) – Kebakaran hebat menghanguskan sebuah rumah kontrakan di Jalan Jeruju Gang Kuini 1, Kecamatan Pontianak Barat, pada Senin (17/11/2025) dini hari. Rumah yang ditempati Gustini Nani (56) bersama anak-anaknya itu ludes terbakar tanpa menyisakan satu pun barang berharga.
Korban kebakaran, Gustini Nani saat melihat puing rumahnya yang sudah hangus terbakar api.SUARASANGGAU/SK
Musibah terjadi sekitar pukul 01.00 WIB. Saat itu, Nani tidak berada di rumah karena sedang sakit kepala dan memilih beristirahat di kos anak perempuannya. Di rumah, hanya ada putranya yang berusia 19 tahun.
Menurut Nani, anaknya baru selesai makan dan hendak tidur ketika merasa sulit terlelap. Ia memutuskan keluar sebentar untuk membeli rokok. Namun saat kembali, api sudah membesar dan melalap seluruh bagian rumah.
“Dia bilang cuma beli rokok sebentar, tau-tau pas pulang api sudah menyala,” tutur Nani.
Kabar mengenai kebakaran baru sampai ke Nani sekitar pukul 01.30 WIB. Meski masih dalam kondisi sakit, ia segera menuju lokasi. Namun sesampainya di sana, api masih berkobar hebat.
“Sampai di sini jam dua. Api masih belum padam. Saya syok pas tahu rumah sudah terbakar. Waktu itu sakit vertigo saya masih belum hilang,” ujarnya lirih.
Rumah kontrakan yang ia tempati selama lebih dari setahun dengan biaya sewa Rp450 ribu per bulan itu kini hanya menyisakan puing-puing arang. Tidak satu pun barang berhasil diselamatkan. Tempat itu sebelumnya menjadi tempat tinggalnya bersama dua orang anak.
Kini, Nani mengaku bingung harus tinggal di mana. Ia hanya bisa berharap mendapat bantuan agar dapat kembali memiliki tempat tinggal yang layak.
“Saya tidak tahu lagi mau ke mana. Saya cuma berharap ada bantuan,” ucapnya.
Nani sehari-hari bekerja sebagai pedagang asongan di kawasan pelabuhan. Namun belakangan, ia tidak lagi diizinkan berjualan dan hanya diperbolehkan sesekali oleh warga sekitar karena kasihan pada kondisi ekonominya.
“Sekarang tidak boleh, sudah diusir, tidak boleh jualan. Cuman orang-orang itu kasihan sama saya, dibolehkanlah saya buat jualan karena saya bilang mau bayar kontrakan,” ceritanya.
Di antara puing-puing hitam yang berserakan, Nani berdiri memandangi reruntuhan rumah yang selama ini menjadi tempat berteduh keluarganya—menyisakan kesedihan mendalam atas musibah yang menimpanya di tengah perjuangan hidup yang berat.