Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Nasional.SUARASANGGAU/SK
Dalam arahannya, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa inflasi nasional pada September 2025 tercatat sebesar 2,65 persen (year on year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini menunjukkan kenaikan dari 2,31 persen pada Agustus 2025, menandakan peningkatan tekanan harga di beberapa sektor.
“Kelompok pengeluaran yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi meliputi makanan, minuman, dan tembakau sebesar 5,01 persen, perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 3,19 persen, serta perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 1,64 persen,” jelas Tito.
Sementara itu, inflasi bulanan (month to month/m-t-m) tercatat 0,21 persen pada September 2025 dibandingkan Agustus 2025. Tito menyebutkan bahwa komoditas pangan strategis seperti beras, daging ayam ras, bawang merah, cabai merah, serta emas perhiasan menjadi penyumbang utama kenaikan harga.
Dalam laporan Indeks Perkembangan Harga (IPH) minggu kedua Oktober 2025, cabai merah dan telur ayam ras menjadi dua komoditas dengan tekanan harga tertinggi. Menurut Mendagri, meskipun harga cabai merah relatif menurun, tekanan IPH-nya masih tinggi, sementara telur ayam ras menunjukkan tren kenaikan harga yang kuat.
“Komoditas seperti telur ayam ras, daging ayam ras, bawang merah, bawang putih, cabai rawit merah, dan cabai merah keriting mendominasi daftar sepuluh besar penyumbang inflasi di berbagai daerah,” tegasnya.
Mendagri juga mengingatkan pemerintah daerah untuk tetap waspada terhadap potensi kenaikan harga pangan strategis menjelang akhir tahun. Ia menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor, terutama antara daerah penghasil dan daerah defisit pangan, untuk menjaga stabilitas harga.
“Langkah konkret seperti operasi pasar, penguatan cadangan pangan, dan kerja sama antar daerah harus terus dijalankan secara konsisten,” pesan Tito.
Menanggapi hal tersebut, Sekda Kalbar Harisson menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat terus memperkuat koordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) serta instansi terkait guna menjaga kestabilan harga di pasar.
“Fokus utama kami adalah menjaga ketersediaan beras, telur ayam ras, dan cabai merah karena komoditas ini paling sensitif terhadap inflasi di Kalbar,” ujar Harisson.
Ia menambahkan bahwa langkah antisipatif telah dilakukan melalui pemantauan harga harian, operasi pasar, dan penguatan distribusi antar wilayah.
“Kami dorong sinergi lintas sektor — dari sisi distribusi, produksi, hingga logistik — agar tekanan inflasi tetap terkendali dan daya beli masyarakat dapat terjaga,” pungkasnya.
Dengan koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, diharapkan laju inflasi nasional, termasuk di Kalimantan Barat, dapat tetap terkendali hingga akhir 2025, menjaga kestabilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.[SK]