Meningkat Drastis: 670 Kasus Penipuan Online Terjadi di Kalbar Sepanjang 2025

Editor: Admin

, IPTU Edi Tulus Wianto saat memaparkan angka Kejahatan Digital di Kalbar.SUARASANGGAU/SK
Pontianak (Suara Sanggau) – Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalbar mencatat sedikitnya 670 perkara penipuan online terjadi di Kalimantan Barat hingga November 2025. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dan menjadi alarm serius terhadap maraknya kejahatan digital di era serba daring.

Kanit Cyber Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Kalbar, IPTU Edi Tulus Wianto, mengungkapkan bahwa pelaku kejahatan siber kini semakin kreatif memanfaatkan berbagai platform media sosial untuk menjebak korban.

“Setahun ini saja sudah ada 670 kasus penipuan online yang kami tangani. Artinya, persoalan ini sangat mendesak dan perlu kesadaran bersama untuk menanganinya,” ujarnya dalam diskusi publik bertema Kejahatan Digital yang digelar Aliansi Wartawan Kriminal (Awak) Pontianak di Aula Rumah Dinas Wakil Wali Kota Pontianak, Kamis (13/11/2025).

Menurut IPTU Edi, modus penipuan online kini semakin beragam, mulai dari phishing, giveaway palsu, pencurian kode OTP, hingga modus penipuan belajar kelompok yang menyasar pelajar SMA dan mahasiswa.

“Untuk modus belajar kelompok, korban diajak kegiatan lewat WhatsApp, lalu diminta mentransfer uang dengan iming-iming bonus. Korban rata-rata mengalami kerugian antara Rp20 juta hingga Rp300 juta,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, satu pelaku bisa menggunakan tiga hingga empat nomor ponsel berbeda untuk menghindari pelacakan. Dari ratusan laporan yang masuk, hampir tak ada nomor yang sama digunakan antar kasus.

“Pelaku menggunakan identitas palsu dan menyerang sisi emosional korban. Tujuannya menekan agar korban cepat transfer,” tambahnya.

Selain penipuan finansial, tren lain yang mulai marak adalah penipuan segitiga di Facebook dan pemerasan melalui video call sex (VCS).

Untuk penipuan segitiga, pelaku menyamar sebagai pemilik mobil dan mengunggah foto kendaraan lengkap dengan BPKB dan STNK palsu. Korban yang tergiur langsung mengirim uang tanpa mengecek keaslian dokumen.

“Begitu uang dikirim, pelaku langsung kabur,” jelas IPTU Edi.

Sementara dalam kasus VCS, korban umumnya dari kalangan muda yang terjebak hubungan asmara daring, kemudian direkam dan diperas.

“Korban biasanya diperas antara dua sampai lima juta rupiah. Ini jadi pelajaran agar jangan berlebihan dalam berinteraksi, terutama lewat media sosial. Di ruang digital kita harus tahu batasannya,” pesannya.

IPTU Edi menegaskan bahwa masyarakat bisa melapor ke Polda Kalbar maupun Polres terdekat jika menjadi korban penipuan online.

“Kami siap membantu. Namun yang utama adalah kesadaran. Mari sama-sama menyelamatkan aset digital kita dan bijak menggunakan media sosial,” tutupnya.

Maraknya kasus penipuan online ini menjadi pengingat bahwa kejahatan digital semakin nyata dan mengancam, sehingga kewaspadaan dan literasi digital masyarakat menjadi kunci pencegahan.[SK]

Share:
Komentar

Berita Terkini